BSIP BERKARYA: YUK, MENGENAL LEBIH DEKAT PENGELOLAAN LAHAN KERING DATARAN TINGGI!
Lahan kering merupakan lahan dengan ketersediaan air terbatas, kondisi tanah yang kurang subur (minim unsur hara), dan memiliki tekstur tanah berpasir dengan suhu yang sangata tinggi dan kelembaban rendah. Lahan kering terjadi sebagai akibat dari rendahnya curah hujan, sehingga ketersediaan airnya sangat terbatas.
Luasan lahan yang berpotensi untuk pertanian di Indonesia seluas 94 juta ha, yang terdiri dari 25,4 juta ha untuk pertanian lahan basah (sawah) dan 68,6 juta ha untuk pertanian lahan kering. Lahan kering yang berpotensi atau sesuai untuk pertanian seluas 68,64 juta ha yang terdiri dari 25,09 juta ha untuk tanaman semusim dan 43,55 juta ha untuk tanaman tahunan. Lahan kering tersebar di Kalimantan Timur (5,5 juta ha), kemudian yang lainnya terdapat di Papua (4,2 juta ha), Sumatera Utara (2,8 juta ha), Sumatera Selatan (1,6 juta ha), Kalimantan Barat (1,7 juta ha), Lampung (1,3 juta ha), dan provinsi lainnya di bawah 1 juta ha (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan, 2008.)
Adapun yang menjadi ciri-ciri lahan kering yaitu:
1. Curah hujan yang rendah (<250-300 mm/tahun)
2. Suhu yang sangat tinggi, dimusim panas bisa mencapai + 49 oC
3. Indeks kekeringan (rasio) antara curah hujan dan evapotranspirasi kurang dari 0,2
4. Variasi tanaman terbatas, hanya semak belukar, rerumputan dan pepohonan kecil di daerah tertentu.
5. Tekstur tanah berpasir
6. Tanah dan air tanahnya memiliki salinatas tinggi.
Lebih lanjut, selain lahan kering, terdapat juga lahan kering dataran tinggi. Lahan kering dataran tinggi dicirikan dengan:
1. Memiliki ketinggian lebih dari 500 meter di atas permukaan laut.
2. Daerah dataran tinggi berada di daerah pegunungan atau dikelilingi oleh bukit-bukit, sehingga hal tersebut membuat iklim di daerah tersebut sejuk.
3. Curah Hujan Rendah
Selain sejuk, ternyata daerah dataran tinggi juga memiliki udara yang terasa kering. Sifat udara yang kering pada dataran tinggi berpengaruh pada jarangnya hujan yang turun.
4. Area pertaniannya dibuat dengan berterasering.
Tujuan dari penggunaan terasering adalah untuk menjaga kestabilan dan memaksimalkan lahan yang miring di lereng gunung/bukit, agar tanaman bisa tumbuh di tempat tersebut. Adanya penggunaan terasering juga dapat mengurangi erosi di daerah dataran tinggi.
5. Memiliki Amplitudo
Dataran tinggi cenderung memiliki amplitudo yang cukup besar. Amplitudo atau simpangan suhu adalah perbedaan suhu yang terjadi, karena adanya kenaikan dan penurunan rata-rata suatu tempat.
Tingkat kesuburan tanah pada lahan kering umumnya relatif rendah, terutama di lahan yang mengalami erosi/tererosi. Erosi tanah menyebabkan lapisan atas yang terdiri dari bahan organik menjadi terdegradasi/menurun kualitasnya. Kehilangan lapisan tanah atas ini disertai dengan terbatasnya penggunaan pupuk organik akan memperburuk kondisi lahan pada budidaya pertanian. Selain itu, akan terjadi penurunan bahan organik tanah dengan jumlah 30-60% dalam rentang 10 tahun, terutama pada daerah tropis (Suriadikarta et al., 2002).
Salah satu faktor yang paling mempengaruhi dalam sistem pertanian dataran tinggi adalah faktor biofisik seperti jenis tanah dan iklim (intensitas cahaya, curah hujan, kelembaban, dan suhu) dapat menjadi peluang dan/atau masalah dalam pengembangan pertanian. Hal tersebut juga sangat bergantung pada kemampuan petani dalam menggunakan teknologi pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam. Menurut Dariah (2007), dalam penelitiannya berjudul “Budidaya Pertanian Pada Lahan Pegunungan”, mengatakan bahwa wilayah Indonesia sebanyak 45% berupa perbukitan dan dataran tinggi yang dicirikan oleh topofisiografi yang sangat beragam. Dalam hal ini topofisiografi wilayah dataran tinggi sebenarnya memiliki posisi strategis dalam pengembangan pertanian nasional dalam praktek budidaya pertanian di lahan dataran tinggi. Namun, budidaya pertanian di dataran tinggi dihadapkan pada faktor pembatasan biofisik seperti lereng yang relatif curam, kepekaan tanah terhadap longsor dan erosim curah hujan yang relative tinggi, dan lain-lain.
Untuk mencapai keberhasilan usaha pertanian di lahan kering, perencanaan dan pengembangannya haruslah mengarah kepada tercapainya peningkatan kesejahteraan masyarakat yang menggarapnya dan sekaligus harus menjaga kelestarian sumber daya alam yang dikelola. Sehingga diperlukan langkah pengelolaan yang tepat untuk mendukung keberhasilan tersebut seperti:
1. Ameliorasi Tanah
Dalam pengelolaan lahan kering, kegiatan tahap awal yang harus dilakukan adalah bagaimana kita dapat memperbaiki kualitas tanah (soil quality), sehingga produktivitasnya dapat ditingkatkan. Kualitas tanah merupakan sifat tanah yang menggambarkan tanah tersebut sehat, mempunyai sifat tanah (fisik, kimia, dan biologi) yang baik dan produktivitasnya tinggi. Tanah berkualitas tinggi berarti tanah tersebut mempunyai kemampuan tinggi dalam menyediakan hara, air dan udara tanah untuk meningkatkan produktivitas lahan dan mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap pengaruh degradasi tanah.
2. Pendekatan Tanaman (komoditas)
Pemilihan komoditas dan penyesuaian varietas tahan kekeringan yang produksinya dapat bersaing di pasaran.
3. Pendekatan sistim pertanaman
Pendekatan sistem tanam meliputi pengaturan pola tanam dan peningkatan intensitas pertanaman. Pemanfaatan lahan kering dengan sistem tumpangsari dapat memberikan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sistem bertanam secara tunggal (monokultur).
4. Teknologi Rain Harvesting
Pembangunan embung (onfarm reservoir) yang dipadukan dengan paket teknologi budidaya, menjadi esensial untuk pengelolaan pertanian lahan kering berkelanjutan (Irianto et al., 1999) Karena dengan membangun embung secara langsung dapat meningkatkan produktivitas dan intensitas pertanaman di lahan kering.
Melalui pengelolaan lahan kering yang optimal, diharapkan dapat memperkuat ketahanan pangan melalui peningkatan produktivitas pertanian. Langkah-langkah pemanfaatan lahan kering menjadi kunci untuk menjaga keseimbangan ekosistem, meminimalkan dampak perubahan iklim, dan memberikan dukungan berkelanjutan bagi para petani. Melalui kolaborasi dari berbagai stakeholder diharapkan dapat mendukung tercapainya pertanian cemerlang, Indonesia gemilang. (TR, ELW, AFS, Mtm, M.Is)